Di Antara Tugas Kantor dan Permintaan Atasanku untuk Membantunya

Posted on

Di Antara Tugas Kantor dan Permintaan Atasanku untuk Membantunya

Namaku Wawan, aku seorang pegawai swasta di bandung. Baru sebulan ini aku pindah kantor, alasannya klasik, soalnya kantor baruku ini memberi gaji yang jauh lebih tinggi dari kantorku yang lama. Sebenernya sih aku agak heran dengan kantor baruku ini, soalnya waktu wawancara dulu gaji yang aku ajukan tidak dKiranawar sama sekali, langsung setuju !

Emang sih aku agak nyesel kenapa gak nawarin yang lebih tinggi lagi, tapi aku sadar diri, untuk posisi yang aku tempati sekarang aja, gajiku tergolong sangat tinggi. Hari itu hari jumat, setelah makan siang, HPku tiba2 berdering. Itu dari Bu Kirana, manager keuangan yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan.

Mengingat jasanya dia ke aku, tentu aja aku sangat menghormati dia.
“Halo bu, selamat siang” sapa saya menjawab telfon.
“Halo Wawan”.. jawab dia Wawang sekali.

“Ada yang saya bisa saya bantu ?” tanya saya, basa-basi sih.
“Ah enggak cuma ngecek kamu aja. Dah makan siang ?” tanyanya ramah.
“Oh sudah bu, baru aja” jawabku.

“Gimana kerja disini, ada masalah ?” tanya bu Kirana lagi.
“Wah enggak bu, tapi memang saya baru mulai sih, baru membiasakan diri dengan keadaan kerja disini” jawab saya singkat.
“Gimana gajinya, sudah cukup ?” tanyanya dengan suara menggoda.

“He..he..he.. maunya sih tambah lagi bu” jawab saya sambil tertawa.
“Hah.. segitu aja udah tinggi kan ?” balas bu Kirana sedikit kaget.
“Iya bu, becanda tadi”.. jawabku singkat.
“Oh.. kirain”. jawabnya.

“Eh Wawan nanti sore sehabis kantor kamu ada kerjaan gak ?” tanya bu Kirana.
“Enggak kayaknya bu, ada apa emangnya” tanyaku sedikit heran.
“Hmm.. ada yang ingin saya bicarakan, agak pribadi sih, makanya saya ingin bicaraiinnya sehabis kantor aja nanti” jawab bu Kirana.

“OK bu, saya gak ada janji untuk sore sampe malem nanti” jawab saya.
“OK nanti aku tunggu di kafe xxx nanti sore” kata bu Kirana.
“OK bu” jawab saya.

“Ok kalau gitu, oh iya, golongan darah kamu apa ?” tanya bu Kirana sebelum mengakhiri pembicaraan.
“B” jawabku penuh kebingungan.
“Perfect ! OK deh aku tunggu nanti sore” kata bu Kirana lalu menutup telfonnnya.

Sejenak aku terdiam penuh kebingungan, tapi aku kembali bekerja sebab pekerjaanku lumayan menumpuk. Setelah pulang kerja aku arahkan mobilku ke kafe xxx yang dijanjikan tadi. Dalam perjalanan aku diselimuti kebingungan yang amat sangat. Bu Kirana Ada apa manager keuangan kantorku itu mau menemuiku, soal urusan pribadi lagi.

Dan yang paling membuatku bingung adalah dia sempat menanyakan golongan darahku, untuk apa ? Sebagai informasi, Bu Kirana berumur sekitar 34-35 tahun. Masih cukup muda untuk menjadi manager keuangan, tapi memang dia berasal dari keluarga yang berteman dekat dengan pemilik perusahaanku.

Ditambah lagi suaminya, pengusaha yang dulu jadi sahabat pak Faisal presdir perusahaanku sewaktu kuliah. Oh iya bu Kirana sudah bersuami, tapi sayang mereka belum dikaruniai anak. Tapi mungkin karena hal itu bu Kirana terlihat masih seperti wanita muda. Badannya tinggi semampai, ramping tanpa lemak.

Kulitnya kuning langsat dengan rambut lurus sebahu. Matanya berbinar selalu bersemangat dan bib*r tipisnya itu selalu menarik perhatiannku. Hanya ada satu kata yang dapat mewakili bu Kirana “Cantik”. Sesampainya di kafe xxx, aku melihat bu Kirana melambai kearahku dari meja yang agak dipojok.

Kafe itu memang agak sepi, pelanggannya biasanya eksekutif muda yang ingin bersantai setelah pulang kerja.
“Sore bu, maaf agak terlambat” kataku sambil menyalaminya.
“Oh gak pa-pa” kata bu Kirana sambil mempersilakkan aku duduk.

Selanjutnya aku dan bu Kirana mengobrol basa-basi, bercerita tentang kantor, dari yang penting sampe gosip-gosipnya. He..he..he.. gak guna banget. Setelah beberapa lama akhirnya aku mengajukan pertanyaan.
“Oh iya bu, sebenernya ada apa ya mengajak saya bertemu disini tanyaku memulai”.
“Oh iya” jawabnya. Mend*d*k wajahnya sedikit pucat.

Beberapa saat ibu Kirana terdiam. Kemudian mulai berkata Begini
“Wawan, kamu tau kan kalo aku sudah berkeluarga ?”.
Aku menganguk kecil untuk menjawabnya.

“Tahun ini adalah tahun ke 10 pernikahanku lanjutnya”.
Kemudian dia mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya.
“Ini foto suamiku waktu sebelum nikah, gimana mirip kamu gak ?”
“He..he..he.. kayak ngaca” jawabku sambil mengembalikan foto tersebut.

Sebenernya aku makin bingung arah pembicaraan bu Kirana.
“Kamu tau kan aku dan suamiku belum dikaruniai anak ?” tanyanya lagi
“Iya” jawabku bingung.

“Jadi begini Wawan, aku dan suamiku sudah mencoba beberapa cara. Tapi belum berhasil. Sedang umurku semakin bertambah, makin sulit untuk bisa punya anak. Memang kami sudah tau masalahnya ada disuamiku dan dia sekarang dalam terapi pengobatan, tapi mungkin suamiku butuh bantuan lain.. dari kamu” kata bu Kirana.

“Bantuan dari saya ? maksudnya bu ?” tanyaku yang sudah dipuncak kebingungan.
“Mungkin kamu bisa bantu suamiku untuk membuahi aku” katanya pelan.
“Maksudnya saya menyumbang sp*rma untuk bayi tabung ibu dan suami ibu ?” tanyaku tergagap.

“Bukan, aku sudah pernah coba cara itu dan gagal. Sp*rma suamiku terlalu lemah. Kalau aku ulangi sekarang tentu suamiku curiga. Lagi pula sulit untuk menukar sp*rma suamiku dengan sp*rmamu nanti” jawab bu Kirana.
“Jadi ?” tanyaku lagi.
“Aku pingin kamu meniduri aku, membuahi aku sampai aku hamil” jawabnya singkat.

Aku cuma bisa ternganga terhadap permintaan bu Kirana yang ku anggap sangat gila itu.
“Tenang, jangan takut ketahuan. Kamu mirip sekali dengan suamiku, apalagi golongan darah kaKiranan sama, jadi anak yang lahir nanti akan sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya”. kata bu Kirana meyakiniku.

Akhirnya terjawab kenapa dia tanya golongan darahku tadi. Mungkin alasan bu Kirana begitu gampang menyetujui waktu aku wawancara dulu salah satunya adalah rencana ini
“Trus bagaimana kita melakukannya ?” tanyaku setelah menenangkan diri.

“Kamu ada waktu malem ini ? Kebetulan suamiku lagi keluar kota sampai besok”.tanya bu Kirana.
“Aku available”. jawabku.
Kemudian bu Kirana menelpon kerumahnya, memberitahukan pembantunya dia tidak pulang malam itu sambil memberi alasan. Kemudian dia mengajakku ke hotel xxx.

Setelah cek in, kami langsung masuk kamar. Didalam kamar, tidak ada pembicaraan yang berarti. Bu Kirana langsung ijin untuk mandi, setelah dia selesai, gantian aku yang mandi. Setelah aku keluar dari kamar mandi, aku melihat bu Kirana yang hanya memakai bathrobe tiduran sambil menonton tv. Aku kemudian duduk di pinggiran tempat tidur.

“Bagaimana, kita mulai ?” tanyaku dengan perasaan gugup. Soalnya biasanya aku ** tujuannya cuma untuk senang-senang, bahkan pakai alat kontr*sepsi agar pasangan **ku tidak hamil. Kalau ini malah tujuannya pengen hamil.
“OK” jawab bu Kirana kemudian bergeser memberi aku tempat untuk naik ketempat tidur.

Aku berbaring disampingnya kemudian berkata “Bu, mungkin tujuan kita supaya ibu bisa hamil, tapi apa bisa kita melakukan perset*buhan ini seperti layaknya orang lain yang mencari kepuasan juga ?”
“Gak pa-pa sayang” jawab bu Kirana. Aku rela kok kamu tidurin. Malah sejujurnya kamu tuh bangkitin n*fsuku banget. Ngingetin aku diawal-awal pernikahanku” jawab bu Kirana nakal.

Aku kemudian mengecup dahi bu Kirana, sesuatu yang selalu aku lakukan sebelum men*duri wanita. Bu Kirana terseyum kecil. Kemudian aku mengecup bib*r bu Kirana. Bibir tipis yang selalu menarik perhatianku itu ternyata nikmat juga. Kemudian aku mulai menc*um bib*rnya lagi, kali ini lebih lama dan lebih dalam.

Sambil menc*um bib*r bu Kirana, tanganku mulai bergerilya. Pertama-tama aku el*s rambutnya, bu Kirana membalas dengan sedikit meremas kepalaku. Kemudian tanganku turun untuk mengel*s-el*s tubuhnya, walaupun masih dari luar bathrobe. Masih sambil berc*uman, perlahan aku buka tali bathrobenya.

Setelah membuka sebagian bathrobe bagian atasnya, aku langsung mengel*s pay*daranya, ternyata bu Kirana sudah tidak memakai br*. Awalnya aku hanya mengel*s, tapi kemudian berubah menjadi meremas. Pay*daranya masih kenyal, walaupun sudah sedikit turun, tapi sangat nikmat untuk diremas.

Kemudian aku mulai memilin-milin put*ngnya. Bu Kirana mer*ntih pelan, kemudian melepaskan c*uman. Aku kemudian turun sedikit untuk mulai menj*lati put*ng bu Kirana. Aku mulai menj*lati put*ng yang kiri sedang pay*dara yang kanan aku remas dengan tangan. Kemudian berganti aku menj*lati yang kanan sambil meremas pay*dara yang kiri.

Sesekali aku gigit-gigit kecil, tapi sepertinya bu Kirana tidak terlalu suka, dia lebih menyukai aku meny*dot kencang put*ngnya. Tangan kananku kemudian turun kebawah untuk membuka bathrobe bagian bawahnya hingga tubuhnya terlihat semua. Bathrobe hanya menyangkut di tangannya.

Tanganku mulai mengel*s p*hanya. Perlahan aku buka sedikit p*hanya untuk mengel*sp*ha bagian dalamnya, begitu mulus kulit bagian itu. Tanganku naik keatas menuju selangk*ngan, ternyata bu Kirana masih memakai **. Aku tak mau langsung ke v*ginanya hingga tanganku beralih ke pant*tnya.

Aku meremas pant*t yang bulat ini dari dalam **nya, sebab aku selipkan tanganku ke dalam celananya. Jujur aku adalah penggemar pant*t dan pinggul wanita. Apalagi wanita seperti bu Kirana ini. Pinggulnya ramping tapi pant*tnya besar membulat. Perlahan remasan kepant*t bu Kirana aku alihkan ke depan.

Di garis v*ginanya aku merasa sudah banyak cairan yang keluar dari v*ginanya. Kemudian aku mengel*s v*ginanya mengikuti garis v*gina. Perlahan aku t*suk v*ginanya dengan j*ri teng*hku. Tubuh Bu Kirana tersentak, pinggulnya diangkat seperti mengantarkan v*ginanya untuk melahap jariku lebih dalam.

Jariku aku keluar masukkan perlahan, bu Kirana mer*ntih semakin keras. Aku turun kebawah, ingin menj*lat v*ginanya. Tapi Bu Kirana menahan tubuhku.
“Gak usah Wawan, aku malu” kata Bu Kirana.
“Langsung masukin aja sayang, aku dah gak tahan” lanjut bu Kirana.

Aku memposisikan tubuhku diatas bu Kirana. kemudian aku lebarkan p*hanya sehingga selangk*ngannya terbuka lebar. Aku arahkan pen*sku ke v*ginanya. Perlahan aku usapkan pen*sku ke permukaan v*ginanya, tapi bu Kirana memandangku dengan penuh harapan supaya aku cepat memasukkan pen*sku ke v*ginanya.

Perlahan aku dorong pen*sku untuk masuk ke v*ginanya. V*ginanya masih seret, mungkin karena belum pernah melahirkan. Aku mulai mengeluar masukkan pen*sku dari v*ginanya, sedangkan bu Kirana mer*ntih keras setiap pen*sku mengh*jam v*ginanya.

Sesekali aku menc*um bib*rnya, tapi dia lebih suka mer*ntih sambil memejamkan matanya menikmati setiap gesekan v*ginanya dengan pen*sku. Tangan bu Kirana mencengkram bahuku, sepertinya dia ingin tubuh kita bergesekan keras agar pay*daranya tergesek oleh d*d*ku. “Mas terus mas, terus” rintih bu Kirana.

Sepertinya dia membayangkan suaminya yang menyet*buhinya. Sebenernya aku agak cemburu, tapi aku pikir-pikir lebih baik daripada dia mer*ntih memanggil namaku, nanti dia kebiasaan bisa berabe kalau dia memanggil namaku waktu bers*tubuh dengan suaminya.

Tiba-tiba tangan bu Kirana mencengkram pant*tku seakan membantu dorongan pen*sku agar lebih kuat mengh*jam v*ginanya. Pinggulnya pun semakin aktif bergerak kekanan-kekiri sambil kadang berputar. Sungguh beruntung aku bisa menikmati tubuh molek bu Kirana yang sangat ahli berc*nta.

Tiba-tiba tangannya menekan keras pant*tku kearah v*ginanya. Sepertinya dia sudah org*sme. Tubuhnya menegang tidak bergerak. Akupun menghentikan pompaanku ke v*ginanya sebab tangannya begitu keras menekan pant*tku. Setelah tubuhnya berkurang ketegangannya aku mulai pompaanku perlahan.

Cairan org*smenya membuat v*ginanya semakin licin. Memang v*ginanya jadi berkurang daya cengkramnya, tapi kelicinannya memberikan sensasi yang berbeda. Aku mengangkat tubuhnya untuk berganti posisi. Tapi bu Kirana menolak sambil berkata

“Wawan please, kali ini gaya konvensional aja ya aku pengen nikmatin besok-besok ya”.
Aku meletakkan tubuh bu Kirana lagi. Goyangan pinggulnya makin menggila, begerak kekiri dan kekanan, tapi aku paling suka saat berputar. Sungguh hebat goyangan bu Kirana.

Mungkin itu goyangan terbaik dari wanita yang pernah aku t*duri. Tangannya kembali menekan keras pant*tku, bu Kirana sudah sampai di org*sme keduanya. Tubuhnya sangat tegang kali ini, sampai perlu lama untuk kembali normal. Setelah berkurang ketegangannya, aku berkata

“Bu apa kita sudahin dulu ? kayaknya ibu sudah lemas sekali”. kataku.
“Gak pa-pa Wawan, aku pengen sp*rma kamu, terusin aja”. jawab bu Kirana.
Aku mulai memompa lagi v*ginanya dengan pen*sku. Kali ini v*ginanya sudah benar-benar basah.

Bu Kirana sudah mengurangi gerakannya, mungkin dia sudah terlalu lemas. Aku konsentrasikan pompaanku ke v*ginanya hingga bu Kirana mulai merespon lagi. Sebenarnya aku sudah dikit lagi ejak*lasi saat bu Kirana tiba-tiba berteriak kencang “Arrrhgh.. Wawan gila enak banget” jerit bu Kirana sambil menjepit tubuhku dengan kedua p*hanya.

“Adu gila Wawan. aku dah 3 kali keluar kamu belum keluar juga. Ayo dong Wawan, aku cari pej*ntan bukan cari gig*lo” kata bu Kirana lemah.
AKu sebenernya kasian dengan bu Kirana, tapi aku juga sedikit lagi ejak*lasi. Aku goyang perlahan pen*sku. Kali ini aku benar-benar konsentrasi menggapai org*smeku.

Tak berapa lama aku merasa sp*rmaku sudah sampai diujung pen*sku.
“Bu saya dikit lagi keluar bu”. kataku sambil menikmati sensasi luar biasa.
Bu Kirana membantu dengan menggoyangkan pinggulnya sambil menahan pant*tku agar pen*sku tidak lepas dari v*ginanya.

Agkh., crot..crot..crot..crot empat kali sp*rmaku ku siram deras ke l*ang v*ginanya. Bu Kirana menahan pant*tku kuat-kuat agar sp*rmaku masuk kerah*mnya dalam-dalam.
“Tahan sebentar Wawan, supaya sp*rmanya masuk semua” kata bu Kirana sambil menahan pant*tku kearah sel*ngka*ngannya. Setelah beberapa menit baru bu Kirana melepaskan cengkramannya.

Aku kemudian merebahkan tubuhku disampingnya. Malam itu aku mengg*gahi bu Kirana sampai 3 kali. Sama seperti yang pertama, aku tumpahkan seluruh sp*rmaku ke l*ang v*ginanya. Setelah itu perset*buhannku dengan bu Kirana jadi acara rutin. Minimal 2 kali seminggu aku menyet*buhinya.

Aku bahkan dilarang bers*tubuh dengan wanita lain, agar sp*rmaku benar-benar 100% masuk ke rahimnya. 2 bulan kemudian bu Kirana positif hamil, tapi sampai saat ini, saat kehamilannya memasukki bulan ke 3, aku masih rutin meny*tub*hi bu Kirana. Sepertinya bu Kirana tidak bisa menolak kenikmatan dig*gahi olehku, dan aku tentu aja gak mau kehilangan goyangan dasyat bu Kirana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *