Hari yang sangat gerah,pas banget bila ingin tambah gerah sobat baca cerita pendek ini yang paling seru dan asyik alur ceritanya di jamin mengga*rahkan dechhh heeee, singkat cerita Pada waktu itu aku pulang dari kampus sekitar pukul 20:00 karena ada kuliah malam.
Sesampainya di tempat kost, perutku minta diisi. Aku langsung saja pergi ke warung tempat langgananku di depan rumah. Warung itu milik Ibu Sari, umurnya 30 tahun. Dia seorang janda ditinggal mati suaminya dan belum punya anak.
Orangnya cantik dan bodynya bagus. Aku melihat warungnya masih buka tapi kok kelihatannya sudah sepi. Wah, jangan-jangan makanannya sudah habis, aduh bisa mati kelaparan aku nanti. Lalu aku langsung masuk ke dalam warungnya.
“Eee.. Dik Sony, mau makan ya?”
“Eee.. ayam gorengnya masih ada, Tante?”
“Aduhh.. udah habis tuch, ini tinggal kepalanya doang”.
“Waduhh.. bisa makan nasi tok nich”.. kataku memelas.
“Kalau Dik Sony mau, ayo ke rumah tante. Di rumah tante ada persediaan ayam goreng. Dik Sony mau nggak?”
“Terserah Tante aja dech”..
“Tunggu sebentar ya, biar Tante tutup dulu warungnya?”
“Mari saya bantu Tante”.
Lalu setelah menutup warung itu, saya ikut dengannya pergi ke rumahnya yang tidak jauh dari warung itu. Sesampai di rumahnya..
“Dik Sony, tunggu sebentar ya. Oh ya, kalau mau nonton TV nyalakan aja.. ya jangan malu-malu. Tante mau ganti pakaian dulu”..
“Ya Tante”.. jawabku.
Lalu Tante Sari masuk ke kamarnya, terus beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar dengan hanya mengenakan kaos dan celana pendek warna putih. Wow keren, bodynya yang s*xy terpampang di mataku, put*ng s*s*nya yang menyembul dari balik kaosnya itu, betapa besar dan menantang s*s*nya itu.
Kakinya yang panjang dan jenjang, putih dan mulus serta ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia menuju ke dapur, lalu aku meneruskan nonton TV-nya. Setelah beberapa saat.
“Dik.. Dik Sony.. coba kemari sebentar?”
“Ya Tante.. sebentar”.. kataku sambil berlari menuju dapur.
Setelah sampai di pintu dapur.
“Ada apa Tante?” tanyaku.
“E.. Tante cuman mau tanya, Dik Sony suka bagian mana.. d*d*, sayap atau p*ha?”
“Eee.. bagian p*ha aja, Tante. kataku sambil memandang tubuh Tante Sari yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Tubuhnya begitu indah.
“Dik Sony suka p*ha ya.. eehhmm”.. katanya sambil menggoreng ayam.
“Ya Tante, soalnya bagian p*ha sangat enak dan gurih”. kataku.
“Aduhh Dik.. tolong Dik.. p*ha Tante gatel.. aduhh.. mungkin ada semut nakal.. aduhh”..
Aku kaget sekaligus bingung, kuperiksa p*ha Tante. Tidak ada apa-apa.
“Nggak ada semutnya kok Tante”.. kataku sambil memandang p*ha putih mulus plus bulu-bulu halus yang membuat pen*sku naik 10%.
“Masak sih, coba kamu gosok-gosok pakai tangan biar gatelnya hilang”. pintanya.
“Baik Tante”.. lalu kugosok-gosok p*hanya dengan tanganku.
Wow, begitu halus, selembut kain sutera dari China.
“Bagaimana Tante, sudah hilang gatelnya?”
“Lumayan Dik, aduh terima kasih ya. Dik Sony pintar dech”.. katanya membuatku jadi tersanjung.
“Sama-sama Tante”.. kataku.
“Oke, ayamnya sudah siap.. sekarang Dik Sony makan dulu. Sementara Tante mau mandi dulu ya”. katanya.
“Baik Tante, terima kasih?” kataku sambil memakan ayam goreng yang lezat itu.
Disaat makan, terlintas di pikiranku tubuh Tante Sari yang tel*nj*ng. Oh, betapa bahagianya mandi berdua dengannya. Aku tidak bisa konsentrasi dengan makanku. Pikiran kotor itu menyergap lagi, dan tak kuasa aku menolaknya. Tante Sari tidak menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya menuju kamar mandi.
Ketika pintu kamar mandi telah tertutup, aku membayangkan bagaimana tangan Tante Sari mengusap lembut seluruh tubuhnya dengan sabun yang wangi, mulai dari wajahnya yang cantik, lalu pipinya yang mulus, bib*rnya yang sensual, lehernya yang jenjang, s*s*nya yang montok, perut dan pusarnya, terus v*ginanya, bok*ngnya yang montok, p*hanya yang putih dan mulus itu.
Aku lalu langsung saja mengambil sebuah kursi agar bisa mengintip lewat kaca di atas pintu itu. Di situ tampak jelas sekali. Tante Sari tampak mulai mengangkat ujung kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut celana pendek dan B*, itu pun tak berlangsung lama, karena segera dia melucutinya.
Dia melepaskan celana pendek yang dikenakannya, dan dia tidak memakai C*. Kemudian dia melepaskan B*-nya dan meloncatlah s*s*nya yang besar itu. Lalu, dengan diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya dengan sabun LUX, lalu tangannya meremas kedua s*s*nya dan berputar-putar di ujungnya.
Kej*nt*nanku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar sekitar 50%. Dengan posisi berdiri sambil bersandar tembok, Tante Sari meneruskan gosokannya di daerah sel*ngk*ngan, sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging. Beberapa saat kemudian..
“Ayo, Dik Sony.. masuk saja tak perlu mengintip begitu, kan nggak baik, pintunya nggak dikunci kok!”
Tiba-tiba terdengar suara dari Tante Sari dari dalam. Seruan itu hampir saja membuatku pingsan dan amat sangat mengejutkan.
“Maaf yah Tante. Sony tidak sengaja lho,” sambil pelan-pelan membuka pintu kamar mandi yang memang tidak terkunci. Tetapi setelah pintu terbuka, aku seperti patung menyaksikan pemandangan yang tidak pernah terbayangkan. Tante Sari tersenyum manis sekali dan..
“Ayo sini dong temani Tante mandi ya, jangan seperti patung gicu?”
“Baik Tante”.. kataku sambil menutup pintu.
“Dik Sony.. bur*ngnya bangun ya?”
“Iya Tante.. ah jadi malu saya.. abis Sony liat Tante tel*nj*ng gini mana harum lagi, jadi n*fsu saya, Tante”..
“Ah nggak pa-pa kok Dik Sony, itu wajar”..
“Dik Sony pernah nges*x belum?”
“Eee.. belum Tante”..
“Jadi, Dik Sony masih perjaka ya, wow ngetop dong”..
“Akhh.. Tante jadi malu, Sony”.
Waktu itu bentuk celanaku sudah berubah 70%, agak kembung, rupanya Tante Sari juga memperhatikan.
“Dik Sony, burungnya masih bangun ya?”
Aku cuman mengangguk saja, dan diluar dugaanku tiba-tiba Tante Sari mendekat dengan tubuh tel*nj*ngnya mer*ba pen*sku.
“Wow besar juga bur*ngmu, Dik Sony”.. sambil terus dir*ba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan.
“Dik Sony.. boleh dong Tante liat bur*ngnya?” belum sempat aku menjawab, Tante Sari sudah menarik ke bawah celana pendekku, praktis tinggal C*-ku yang tertinggal plus kaos T-shirtku.
“Oh.. besar sekali dan sampe keluar gini, Dik Sony”. kata Tante sambil mengoc*k pen*sku, nikmat sekali dikoc*k Tante Sari dengan tangannya yang halus mulus dan putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, pen*sku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah d*d*nya yang montok dan besar itu.
“Ough.. Tante.. nikmat Tante.. ough”.. desahku sambil bersandar di dinding. Setelah itu, Tante Sari memasukkan pen*sku ke bib*rnya, dengan buasnya dia mengeluar-masukkan pen*sku di mulutnya sambil sekali-kali menyed*t, kadang-kadang juga dia menj*lat dan menyed*t habis 2 telur kembarku.
Aku kaget, tiba-tiba Tante Sari menghentikan kegiatannya. Dia pegangi pen*sku sambil berjalan ke arah bak mandi, lalu Tante Sari nungg*ng membelakangiku, sebongkah pant*t terpampang jelas di depanku.
“Dik Sony.. berbuatlah sesukamu.. kerjain Tante ya?!”
Aku melihat pemandangan yang begitu indah, v*gina dengan bulu halus yang tidak terlalu lebat. Lalu langsung saja kusosor v*ginanya yang harum dan ada lend*r asin yang begitu banyak keluar dari v*ginanya. Kulahap dengan rakus v*gina Tante Sari, aku mainkan li*dahku di kl*torisnya, sesekali kumasukkan l*dahku ke lubang v*ginanya.
“Ough Sonn.. ough.. desah Tante Sari sambil meremas-remas s*s*nya”. “Terus Son.. Sonn..”
Aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu kumasukkan l*dahku ke dalam v*ginanya ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.
Kemudian Tante Sari tidur terlentang di lantai dengan kedua p*ha ditekuk ke atas.
“Ayo Dik Sony.. Tante udah nggak tahan.. mana bur*ngmu Son?”
“Tante udah nggak tahan ya?” kataku sambil melihat pemandangan demikian menantang,
v*ginanya dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung menanc*pkan pen*sku di bib*r v*ginanya.
“Aoghh”.. teriak Tante Sari.
“Kenapa Tante..?” tanyaku kaget.
“Nggak.. Nggak apa-apa kok Son.. teruskan.. teruskan”..
Aku masukkan kepala pen*sku di v*ginanya.
“Sempit sekali Tante.. sempit sekali Tante?”
“Nggak pa-pa Son.. terus aja.. soalnya udah lama sich Tante nggak ginian.. ntar juga enak kok”..
Yah, aku paksa sedikit demi sedikit, baru setengah dari pen*sku amblas. Tante Sari sudah seperti cacing kepanasan menggelepar kesana kemari.
“Ough.. Son.. ouh.. Son.. enak Son.. terus Son.. oughh”.. d*sah Tante Sari,
Begitu juga aku walaupun pen*sku masuk ke v*ginanya cuman setengah tapi kemp*tannya sungguh luar biasa, nikmat sekali.
Semakin lama gerakanku semakin cepat, kali ini pen*sku sudah amblas dimakan v*gina Tante Sari. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Sari. Tiba-tiba Tante Sari terduduk sambil memelukku dan mencakarku.
“Oughh Son.. ough.. luar biasa.. oughh.. Sonn”.. katanya sambil merem melek.
“Kayaknya aku mau orgasme.. ough”.. pen*sku tetap menancap di v*gina Tante Sari.
“Dik Sony udah mau keluar ya?”
Aku menggeleng, kemudian Tante Sari terlentang kembali.
Aku seperti kes*tanan menggerakkan badanku maju mundur, aku melirik s*s*nya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk, kuc*um put*ngnya yang coklat kemerahan. Tante Sari semakin mendesah, “Ough.. Sonn”.. tiba-tiba Tante Sari memelukku sedikit agak mencakar punggungku. “Oughh.. Sonn.. aku keluar lagi”..
V*ginanya kurasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin kerasa. Aku dibuat terbang rasanya. Ah, rasanya aku sudah mau keluar. Sambil terus goyang, kutanya Tante Sari.
“Tante.. aku keluarin di mana Tante..? Di dalam boleh nggak..?”
“Terseraahh.. Soonn”.. d*sah Tante Sari.
Kupercepat gerakanku, bur*ngku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh pen*sku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya kumuntahkan laharku dalam v*gina Tante Sari, masih kugerakkan badanku dan rupanya Tante Sari org*sme kembali lalu dia g*git d*d*ku,
“Oughh.. Dik Sony.. Sonn.. kamu memang hebat”..
Aku kembali mangenakann C*-ku serta celana pendekku. Sementara Tante Sari masih tetap tel*nj*ng, terlentang di lantai.
“Dik Sony.. kalo mau beli makan malam, lagi yah.. jam-jam sekian aja ya”.. kata Tante Sari menggodaku sambil memainkan put*ng dan kl*torisnya yang masih nampak bengkak.
“Tante ingin Dik Sony sering makan di rumah Tante ya”.. kata Tante Sari sambil tersenyum genit.
Kemudian aku pulang, aku jadi tertawa sendiri karena kejadian tadi. Ya gimana tidak ketawa cuma gara-gara Ayam Goreng aku bisa menikmati indahnya berc*nta dengan Tante Sari. Dunia ini memang indah.